Halaman

Senin, 09 Agustus 2010

Nico Thomas, Juara Dunia Tiga Bulan

23 Maret 1989, usai pertarungan yang berpeluh dan berdarah-darah di lantai ring hanya tertinggal sepi. Nico Thomas menangis di kamar ganti. Perasaan marah berkecamuk di dadanya. Serasa tak percaya bahwa hakim menyatakan bahwa pertarungannya dengan juara tinju dunia kelas terbang mini versi IBF antara Samuth Sithnareupol berakhir dengan seri. Sedangkan seri, artinya dia gagal dalam usahanya merebut gelar juara dunia dari tangan petinju Thailand tersebut. Hakim merampok sabuk juara, katanya pedih.

Maka berbekal dendam kesumat itu dia meminta pertandingan diulang. Dia berlatih keras di dalam tempo tiga bulan untuk bisa melakukan pertarungan ulang melawan Samuth Sithnaurepol. Bernaung di Sasana Tonsco, milik Tinton Soeprapto, Nico dilatih oleh kakak kandungnya, Charles Thomas.

Maka 17 Juni 1989 mereka kembali diadu di ring tinju Gelora Senayan Jakarta. Diawali tarian cakalele, tarian khas Maluku untuk membangkitkan semangat juang, Nico naik ring dengan berpakaian daerah ala Maluku. Ternyata, Nico memang lebih siap menghadapi pertarungan itu. Ia kini jauh lebih matang ketimbang penampilannya yang pertama.

Dan dalam sebuah pertandingan yang menegangkan, usai bel ronde ke-12 berdentang, tiga hakim menyatakan kemenangan telak untuk Nico Thomas. Tiga hakim yakni Luis Race (Hawaii) dan Alec Villacampo (Filipina) memberikan angka 115-111, dan Hideo Arai (Jepang) memberi nilai 119-108. Jadilah dia juara dunia kelas terbang mini (47,6 kg) versi IBF!

Dibesarkan dari keluarga petinju Nico Thomas sudah berlatih sejak kecil. Sang kakak Charles Thomas pernah menjadi juara nasional di ring amatir dalam lima kelas berbeda, yakni kelas layang, terbang, bantam, bulu, dan ringan. Dari Sang Kakak itulah dia terinspirasi untuk beradu tinju pada 1971-1982.

Nicholas Thomas lahir di Ambon, 10 Juni 1966 anak nomor 12 di antara 16 bersaudara keluarga pasangan Julianus Thomas dan Helena Thomas, pada usia 14 tahun sudah berani bertanding di atas ring. Sebuah pertarungan eksebisi tiga ronde itu dilakukan di kampung halamannya yang langsung membuat pengda Pertina Maluku terpikat dengan penampilan Nico kecil. Maka pada tahun 1982, Nico dimasukkan program latihan di pusdiklat Ambon, 16 tahun usianya waktu itu.

Nico Thomas berhasil membuktikan bakat besarnya. Hanya dalam beberapa bulan berlatih di pusdiklat, dia berhasil meraih medali emas dan terpilih sebagai petinju favorit dalam kejuaraan daerah tinju junior pada 1982. Selanjutnya, pada 1983, saat ikut kejurnas tinju junior, medali emas kembali berhasil diraihnya.

Tahun 1985 Nico Thomas bergabung dengan kontingen Merah Putih di ajang SEA Games Thailand. Dari ring tinju Negeri Gajah Putih, dia meraih medali perak sebagai runner-up setelah di final bertemu petinju tuan rumah Thailand. Prestasinya di tinju amatir yang mengkilap tersebut yang memutuskan untuk beralih ke ring profesional tahun 1986.

Nico Thomas menjadi menjadi juara dunia kedua yang dimiliki Indonesia di dekade 80, setelah Ellias Pical merebut gelar juara dunia IBF kelas bantam yunior dengan menang KO ronde ke-8 atas Jo-do Chun (Korsel) pada 3 Mei 1985. Namun sayang, gelarnya tak bertahan lama karena Nico Thomas kemudian kalah KO di ronde 5 dari penantangnya Eric Chavez (Philipina), di Jakarta, 21 September 1989. Nico Thomas akhirnya harus melepas gelar juara dunia kelas terbang mini IBF yang sempat disandangnya selama 96 hari atau 13 minggu dan 5 hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar